Selasa, 23 Oktober 2012

MENCARI SOSOK SEORANG PAHLAWAN DALAM DIRI
Oleh feri randani

Apa yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar kata ‘Pahlawan’ ? Mungkin akan langsung terbayang wajah Pangeran Diponegoro, Pattimura, Cut Nyak Dien dan lain sebagainya. Wajah-wajah para Pahlawan Nasional itu sangat akrab karena tercetak pada lembaran-lembaran uang kertas. Atau mungkin pikiranmu akan langsung melompat ke tanggal 17 Agustus, saat segala sesuatu di Republik ini dihiasi dengan warna merah putih dan semangat nasionalisme yang diwarisi oleh para pahlawan pejuang kemerdekaan lebih terasa dibandingkan pada bulan-bulan lain.





Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani.
Kawan, simaklah sejenak sepenggal kisah kehidupan beberapa orang yang mendapat gelar Pahlawan. Semoga sekelumit kisah dan sejarah hidup mereka dapat menyegarkan kembali ingatan kita akan jasa-jasa mereka. 
Siapa yang tak kenal nama Pangeran Diponegoro ? Beliau adalah seorang putra Raja Mataram Hamengkubuwana III yang lahir di Yogyakarta, 11 November 1785. Walaupun berasal dari keturunan ningrat, namun Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat, sehingga beliau menolak keinginan ayahnya untuk menggantikan posisi sebagai Raja. Beliau lebih memilih tinggal di Tegalrejo, sebuah desa kecil yang jauh dari tembok keraton dan memulai perlawanan terhadap penjajahan Belanda. 
Dengan gagah berani beliau mempimpin perlawanan terhadap kaum penjajah yang menduduki tanah kelahirannya. Pangeran Diponegoro memilih kehidupan yang sulit dan penuh penderitaan ketimbang kehidupan di dalam tembok keraton yang menawarkan segala kemudahan dan kenyamanan. Beliau wafat dalam pengasiangan pada 8 Januari 1955 di Makasar, sebuah daerah yang jauh dari tanah kelahiran yang diperjuangkannya. (sumber : Wikipedia)
Dari belahan Indonesia bagian Timur, tepatnya di Negeri Haria, Saparua, Maluku, lahir seorang pemuda gagah berani yang bernama Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan nama Pattimura. Sikap kepahlawanan sejatinya ditunjukkan dengan keteguhannya yang tidak mau berkompromi dengan Belanda walaupun dirayu dengan berbagai kemewahan materi dan kedudukan tinggi dalam pemerintahan. 
Beliau memilih gugur di tiang gantungan sebagai Putra Kusuma Bangsa daripada hidup bebas dan sejahtera sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali oleh rahim ibu yang melahirkannya. (sumber : www.tokohindonesia.com)
Sementara dari ujung Barat Indonesia, sesosok wanita gagah perkasa yang lahir di Lampadang, Aceh pada tahun 1848, telah menorehkan catatan dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan Republik ini. Cut Nyak Dhien bersumpah akan terus memerangi kaum penjajah hingga akhir hayatnya. Setelah suami pertamanya gugur dalam pertempuran, Cut Nyak Dhien dilamar oleh Teuku Umar, salah satu tokoh yang juga melawan Belanda.
Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1889 yang menyebabkan meningkatnya moral pasukan Aceh. Setelah Teuku Umar gugur di medan perang, Cut Nyak Dhien meneruskan perjuangan suaminya seorang diri hingga wafat di pengasingan. Beliau wafat pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat.(sumber : Wwikipedia)
Sekarang, mari kita tengok sejenak kisah para pejuang Islam. Lembaran catatan kehidupan dan sejarah perjuangan mereka telah terukir dalam ribuan literatur-literatur dunia. Saya hanya menampakkan ‘selayang pandang’ kisah mereka.
Khalid Bin Walid, seorang pahlawan Islam yang teguh, lahir dari keluarga kaya dan terpandang di kota Mekkah. Khalid bin Walid adalah pahlawan kaum Quraisy saat pasukan Islam mengalami kekalahan pada perang Uhud. Pasukan Islam lebih tertarik oleh harta rampasan perang sehingga tanpa pikir panjang meninggalkan pos-pos untuk menjaga tanah genting. Khalid yang waktu itu memimpin pasukan Quraisy segera memanfaatkan kelemahan kaum muslimin ini dan membalikkan keadaan sehingga kaum Quraisy berhasil memenangkan peperangan. Ketika akhirnya Khalid bin Walid mendapat hidayah dan masuk Islam, kemampuan berperangnya digunakan untuk membela islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Khalid Bin Walid adalah salah satu pahlawan terbesar sepanjang sejarah islam. (sumber : hikmatun.wordpress.com)
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, namanya telah terpateri dan terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena mampu menyapu bersih, menghancur leburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa. Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusiaan seperti yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Perang salib adalah peperangan yang paling panjang dan dasyat penuh kekejaman dan kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan ratusan ribu jiwa, dimana topan kefanatikan membabi buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang beragama Islam. 
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi telah membaktikan dan membuktikan dalam menghadapi serbuan ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya, dengan kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard The Lion Heart – Richard si hati singa – dari Inggris. (sumber : www.oaseislam.com).
Itulah secuil kisah-kisah kepahlawanan Nasional dan Islam. Kalau begitu, apakah setiap kita bisa menjadi seorang Pahlawan ? Ataukah hanya mereka saja yang memang telah ditakdirkan oleh Tuhan untuk menjadi orang-orang ‘besar’ ? Mereka yang ditakdirkan hidup pada masa perjuangan, masa perang, masa pergolakan. Apakah kita yang hidup pada masa kemerdekaan dan kebebasan tidak bisa menjadi seorang pahlawan?
Saya tersentuh dan terinspirasi oleh sebuah lirik lagu milik Mariah Carey yang berjudul Hero
There’s a hero, if you look into your heart
You don’t have to be afraid of what you are
There’s an answer, if you reach into your soul
And the sorrow that you know will melt away
Yap ! Di setiap diri manusia terbaring sosok seorang Pahlawan. Seorang yang rela berkorban demi orang lain. Seseorang yang berani dalam kebenaran. Seorang yang berjasa karena memberikan kebaikan tulus kepada sesama.
Jika kau adalah seorang pelajar atau mahasiswa yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk istiqomah dalam menuntut ilmu serta teguh pendirian dan berani melawan godaan untuk ‘have fun’, maka kau adalah seorang pahlawan.
Jika kau adalah seorang karyawan - kantoran atau pabrik, dirut atau office-boy - yang bekerja dengan ikhlas dan berani dengan tegas menutup semua pintu-pintu syetan yang terbuka lebar menawarkan ‘kemakmuran instan’. Jika kau mempunyai prinsip lebih baik hidup pas-pasan – pas butuh pas ada – daripada hidup berlebihan – apalagi berlebihan hutang - , maka kau adalah seorang pahlawan.
Jika kau adalah seorang musisi jalanan yang mempunyai sebuah mimpi besar untuk menjadi seorang ‘superstar’ namun nasib belum berpihak. Lantas kau mengarungi belantara jalanan ibukota, menantang teriknya matahari dan derasnya hujan, melompat dari satu bis ke bis yang lain, berusaha menghibur para penumpang dengan suara sumbang dan petikan sember gitar tuamu. Seringkali kau tak mendapat sekeping pun uang logam, malah cemooh dan makian yang hinggap di gendang telingamu. Namun kau menjalani semua itu dengan ikhlas agar tidak menjadi beban bagi orang lain. Dan kau berani menolak ajakan untuk merampas 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
MENCARI SOSOK SEORANG PAHLAWAN DALAM DIRI
Oleh feri randani
Apa yang terlintas dalam benakmu ketika mendengar kata ‘Pahlawan’ ? Mungkin akan langsung terbayang wajah Pangeran Diponegoro, Pattimura, Cut Nyak Dien dan lain sebagainya. Wajah-wajah para Pahlawan Nasional itu sangat akrab karena tercetak pada lembaran-lembaran uang kertas. Atau mungkin pikiranmu akan langsung melompat ke tanggal 17 Agustus, saat segala sesuatu di Republik ini dihiasi dengan warna merah putih dan semangat nasionalisme yang diwarisi oleh para pahlawan pejuang kemerdekaan lebih terasa dibandingkan pada bulan-bulan lain.
 
 
 
 
 
 
 
barang milik orang lain. Maka kau adalah seorang pahlawan.
Jika kau adalah seorang penjaga pintu perlintasan kereta api atau penjaga pintu air yang mengemban tugas yang amat berat sementara penghargaan dalam bentuk materi yang kau terima sangat sedikit tak sebanding dengan beratnya akibat yang harus kau pikul bila sekali saja kau lalai dalam tugas. Namun kau menjalani pekerjaan yang telah menjadi jalan hidupmu itu dengan ikhlas. Maka kau adalah seorang pahlawan.